CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Rabu, September 29, 2010

Hentikan Nafsu Serakah

Pemikiran Dasar
Situasi perayaan HUT kemerdekaan RI yang baru saja kita rayakan (17/08/08) diwarnai oleh perasaan gembira dan bahagia. Situasi tersebut nampak, khususnya dalam perlombaan-perlombaan yang digelar setiap kelompok masyarakat. Semangat kerjasama sangat nampak jelas dalam setiap perlombaan, khususnya dalam perlombaan panjat pinang. Perlombaan panjat pinang jika direnungkan ternyata memiliki makna yang sangat mendalam. Sikap saling mendukung satu sama lain, kerelaan menjadi orang yang ‘di bawah’, dan sikap saling berbagi nampak jelas dalam setiap kelompok yang ikut serta dalam perlombaan. Mereka rela ‘diinjak-injak’, menjadi tumpuan demi teman-teman seregunya sampai pada puncak pinang, meskipun rasa sakit juga mereka rasakan. Berbagi hadiah setelah sampai di atas, dll.
Namun sayangnya situasi tersebut hanya menjadi fenomena unik yang hanya bisa kita lihat pada saat perayaan HUT kemerdekaan RI saja. Karena dalam kehidupan sehari-hari sikap yang lebih banyak muncul adalah sikap yang bertolak belakang dengan sikap yang ada dalam perlombaan panjat pinang. Keseharian kita lebih sering diwarnai dengan sikap saling menjatuhkan satu sama lain untuk mencapai kepentingan masing-masing, tidak peka melihat kebutuhan orang lain, dsb. Motif di balik pertikaian, pembunuhan, penggunaan narkoba, dll yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari biasanya karena alasan ingin menyelesaikan masalah dengan cara yang ‘instant’, tanpa memperhatikan kepentingan orang lain.
Sikap tersebut sering dilakukan oleh para ahli Taurat dan imam-iman kepala. Mereka sering menafsirkan dan kadang-kadang memanipulasi hukum Taurat demi kepentingan mereka sendiri, sehingga sering mendatangkan beban yang tidak tertahankan bagi rakyat kecil. Hal tersebut mereka lakukan juga terhadap Yesus, ketika mereka ingin menjerat Yesus (Mat 22:16-22). Mereka menanyakan perihal membayar pajak kepada kaisar diperbolehkan atau tidak. Yesus berada posisi yang cukup sulit karena jika Yesus menjawab ‘boleh’ berarti Yesus dianggap berpihak pada penjajah Roma yang pada saat itu menguasai masyarakat Palestina. Berpihak pada kaum penjajah, sama saja bergaul dengan kaum kafir yang dianggap orang berdosa, sehingga Yesus dapat dianggap berdosa pula dan dapat dijerat hukum agama. Tetapi jika Yesus menjawab ‘tidak boleh’ berarti Yesus melawan pemerintahan dan dapat pula dijatuhi hukuman (Luk 23:22). Berada dalam situasi semacam ini Yesus berusaha untuk tenang dan tetap bijaksana dalam menentukan sikap. Yesus sebenarnya juga mengetahui maksud para ahli Taurat dan imam-imam kepala yang ingin menjebaknya (Mat 22:18), namun Yesus juga tidak lantas menjatuhkan mereka. Yesus tidak ingin menyelamatkan diri lantas merugikan pihak tertentu.
Dalam kehidupan sehari-hari umat beriman sering menghadapi dilema untuk memilih sesuatu. Sangat mungkin ada godaan untuk menyelesaikan masalah dengan mengorbankan orang lain, mengambil keuntungan dari penderitaan orang lain (nafsu serakah) Keputusan untuk menentukan sikap membutuhkan kebijaksanaan yang tinggi, agar pilihan kita tidak merugikan orang lain. Kebijaksanaan tersebut hanya dapat diperoleh jika kita memiliki relasi yang akrab dengan sang pemilik Kebijaksanaan Sejati yaitu Allah. Proses katekese ini mengajak umat beriman untuk senantiasa menimba kekuatan dari yang empunya kebijaksanaan, yaitu Allah, sehingga dapat mengambil keputusan dengan bijaksana, sekaligus mampu melawan segala bentuk ketidakadilan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Tujuan
Melalui proses katekese ini umat diajak untuk :
1. menyadari bahwa nafsu serakah dapat mendorong orang untuk mengorbankan orang lain.
2. menyadari bahwa tindakan mengorbankan orang lain demi kepentingan pribadi dapat merusak hubungan dengan Allah dan dengan sesama
3. menyadari bahwa dibutuhkan kebijaksaan dalam pengambilan keputusan, sehingga harus senantiasa menimba kekuatan dari Allah
4. menemukan upaya-upaya kongkrit untuk bijaksana dalam menumbuhkan sikap kerjasama dan saling melayani

Sumber Bahan
1. Mat 22:16-22
2. Luk 23:22

Sarana
1. Gambar perlombaan panjat pinang
2. Teks Mat 22:16-22
3. Mp3 instrumen

Proses Katekese

1. PEMBUKA
a. Peserta diajak untuk berdoa untuk memulai pertemuan.
b. Fasilitator memberikan pengantar singkat untuk mempersiapkan peserta mengikuti proses katekese.

2. MENYIMAK GAMBAR DAN MENDISKUSIKAN SIKAP KERJASAMA
a. Peserta diajak menyimak gambar “panjat pinang”
b. Peserta diajak untuk mendalami makna yang terdapat dalam gambar dengan beberapa pertanyaan :
• Apa yang sedang mereka perjuangkan?
• Bagaimana cara mereka memperjuangkannya?
• Bagaimana perasaan orang yang menjadi tumpuan(diinjak)?
• Mengapa mereka mau melakukan hal tersebut?
• Apa yang mereka lakukan setelah mendapatkan hadiah di atas?
• Jika dihubungkan dengan keseharian kita, nilai positif apa saja yang dapat kita ambil?
c. Fasilitator memberikan penegasan atas beberapa pertanyaan diskusi:
• Perjuangan untuk memenangkan perlombaan/mendapatkan hadiah.
• Kerjasama, rela berkorban, saling melayani.
• Sebenarnya merasakan sakit namun merelakan dirinya diinjak supaya peserta lain dapat naik meraih hadiah.
• Setelah berhasil mendapatkan hadiah peserta yang diatas tidak berusaha menguasai hadiah tersebut sendiri, namun memberikan juga kepada peserta lainnya yang di bawah.
• Perlombaan panjat pinang ternyata memiliki nilai kehidupan yang sangat baik, kita diajak untuk bersama tanpa terlalu memikirkan untung-rugi yang didapat demi mencapai tujuan bersama (rela diinjak-injak), bahkan kita diajak untuk peka dengan kebutuhan orang lain (melemparkan hadiah)
d. Setelah diskusi, peserta diajak untuk melihat realita kehidupan yang sesungguhnya, dimana sering terdapat sikap saling menjatuhkan satu sama lain tanpa memperhatikan kebutuhan orang-orang di sekitarnya.

3. MENDALAMI TEKS KITAB SUCI MAT 22:16-22
a. Peserta diajak untuk menyimak teks Mat 22:16-22
b. Peserta diajak untuk mendalami makna teks dengan beberapa pertanyaan :
• Apa yang sedang dipermasalahkan oleh para ahli Taurat dan imam-imam kepala?
• Apa yang mereka harapan dari permasalahan tersebut?
• Bagaimana sikap Yesus menghadapi masalah tersebut?
• Apa pesan-pesan dari teks tersebut bagi Anda?
• Pernahkah hal yang serupa terjadi di sekitar kita?
• Apa pesan-pesan dari teks tersebut bagi lingkungan sebagai komunitas basis Gereja?
c. Peserta diajak untuk mensharingkan hasil pendalaman teks
d. Fasilitator memberikan beberapa penegasan atas hasil sharing:
• Para ahli Taurat dan imam-imam kepala mempermasalahkan hal membayar pajak pada kaisar yang pada saat itu depegang oleh pemerintahan Roma.
• Para ahli Taurat dan imam-imam kepala berusaha untuk mencari kesalahan Yesus, karena jika Yesus menjawab ‘boleh’ berarti Yesus dianggap berpihak pada penjajah Roma yang pada saat itu menguasai masyarakat Palestina. Berpihak pada kaum penjajah, sama saja bergaul dengan kaum kafir yang dianggap orang berdosa, sehingga Yesus dapat dianggap berdosa pula dan dapat dijerat hukum agama. Tetapi jika Yesus menjawab ‘tidak boleh’ berarti Yesus melawan pemerintahan dan dapat pula dijatuhi hukuman (Luk 23:22)
• Meskipun Yesus mengetahui maksud para ahli Taurat dan imam-imam kepala, namun Yesus tidak berusaha untuk balik menjatuhkan mereka.
• Sikap yang Yesus pilih pun diusahakan untuk tidak merugikan pihak tertentu.
• Bahwa kita harus bijaksana dalam menentukan pilihan hidup agar tidak merugikan pihak tertentu, sehingga kita tetap memiliki hubungan yang bersih dengan Tuhan dan dengan sesama.

4. MEMBANGUN HABITUS BARU : MENYIKAPI SETIAP KEINGINAN DIRI DENGAN BIJAKSANA
Peserta diajak untuk merefleksikan sikap sebagai umat kristiani:
• Pernahkah Anda melihat tindakan-tindakan yang merugikan kelompok tertentu akibat dorongan nafsu serakah di lingkungan Anda? Apa bentuknya?
• Apakah Anda sendiri pernah berpikir untuk menjatuhkan orang lain demi kepentingan sendiri? Atau pernahkah Anda dijadikan korban oleh seseorang?
• Apa yang diderita si korban akibat tindakan itu? Mampukah korban menghadapi tindakan tersebut? Apa sebabnya?
• Melihat kenyataan itu, apa yang hendak Anda lakukan terhadap diri sendiri/ pelaku dan si korban?

(Selama peserta berefleksi, Fasilitator memutarkan musik instrumen)

5. PENUTUP
Peserta diajak untuk mengungkapkan doa-doa spontan atas hasil refleksi pribadi.

Baca Selengkapnya......

Persiapan Berkatekese

Usaha katekese mementingkan “proses” (bukan hasil yang langsung/”instan”). Dalam hal ini, proses katekese yang bertujuan mematangkan dan mendewasakan iman harus dilaksanakan secara sadar dan terencana dengan penuh tanggung jawab (tidak “improvisasi”). Maka dalam persiapan berkatekese hendaknya terdapat hal-hal berikut:

I. Gagasan Pokok
Merupakan gagasan utama yang mendasari proses dan yang akan diolah di dalam proses. Gagasan pokok dapat pula dikatakan sebagai intisari dari keseluruhan proses katekese. Sebuah gagasan pokok hendaknya memuat tiga aspek :
a. Antropologis
 Aspek manusiawi dari pokok yang dibahas dalam tema, yang ditampilkan dan disajikan dalam proses, dengan tujuan membuat tema sungguh riil, kongkrit dan aktual, serta tepat sasar menyentuh kebutuhan peserta katekese.
b. Biblis – Teologis
 Ulasan Kitab Suci dan/atau ajaran Gereja yang membantu peserta untuk menemukan nilai iman dalam kenyataan kongkrit yang ditampilkan pada bagian antropologis. Ulasan tersebut dapat mempertanyakan, memperbandingkan atau meneguhkan unsur-unsur antropologis.
c. Kateketis
 Nilai iman, nilai moral kristiani yang diharapkan tertanam dan terwujud dalam diri peserta katekese sebagai suatu dasar pembangunan sikap baru, setelah peserta katekese bergelut dalam proses katekese.
II. Tujuan
Merupakan sesuatu yang akan dicapai melalui sebuah proses katekese atau tema tertentu. Fungsi dari ditetapkannya tujuan adalah agar pokok bahasan yang akan dibahas terfokus pada maksud tertentu, sehingga terhindar dari pembahasan yang terlalu melebar.

III. Sumber Bahan
Merupakan sumber-sumber (biasanya tertulis) yang digunakan untuk mengembangkan tema tertentu, sehingga isi pembahasan sungguh kaya, mendalam, kongkrit, dan aktual. Sumber utama dalam proses katekese adalah Kitab Suci. Sumber penting lainnya adalah ajaran-ajaran Gereja.
IV. Metode
Merupakan cara yang sistematis dan terencana untuk dilaksanakan dalam proses demi mencapai tujuan. Pemilihan metode hendaknya memperhatikan tujuan, usia peserta, waktu, tempat, dan kondisi-kandisi lain.
V. Sarana
Merupakan segala macam perangkat yang digunakan untuk mendukung metode yang dipilih dan proses katekese
VI. Proses Katekese
Merupakan rincian dari langkah-langkah kegiatan yang semakin lama semakin mendalam, mengarah pada tujuan. Hendaknya langkah-langkah dalam proses harus berkesinambungan, sehingga dalam penerapannya “mengalir” , tidak terputus. Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam proses merupakan pengembangan dan rincian kegiatan dari gagasan pokok. Maka langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam penyusunan proses katekese adalah sebagai berikut:
 mendalami pengalaman manusiawi (antropologis)
 mendalami ajaran Kitab Suci/Gereja (biblis-teologis)
 pengambilan sikap baru (kateketis)

Baca Selengkapnya......

Katekese Umat

PKKI I (Pertemuan Kateketik antar-Keuskupan se-Indonesia) yang diadakan pada tahun 1977 di wisma Samadi Syalom, Sindanglaya-Jawa Barat berusaha untuk menentukan Arah Katekese di Indonesia dan menghasilkan gagasan Katekese Umat dilihat sebagai Arah Katekese di Indonesia masa kini.

Dalam PKKI II tahun 1980 di wisma Samadi, Klender – Jakarta kembali ditegaskan gagasan Katekese Umat dari PKKI I agar lebih operasional dan akhirnya ditemukan rumusan katekese umat yang terdiri dari 6 hal pokok, yakni :
1. Katekese Umat (KU) diartikan sebagai komunikasi iman atau tukar pengalaman/penghayatan iman antara anggota umat/kelompok. Melalui kesaksian, para peserta saling membantu sedemikian rupa, sehingga iman masing-masing diteguhkan dan dihayati secara semakin sempurna. Dalam Katekese Umat tekanan terutama diletakkan pada penghayatan iman, meskipun pengetahuan tidak dilupakan. Katekese Umat mengandaikan ada perencanaan.
2. Dalam Katekese Umat itu kita bersaksi tentang iman kita akan Yesus Kristus, pengantara Allah yang bersabda kepada kita dan pengantara kita menanggapi Sabda Allah. Yesus Kristus tampil sebagai pola hidup kita dalam Kitab Suci, khususnya dalam Perjanjian Baru, yang mendasari penghayatan iman Gereja di sepanjang tradisinya.
3. Yang berkatekese adalah umat, artinya semua orang beriman yang secara pribadi memilih Kristus secara bebas berkumpul untuk lebih memahami Kristus; Kristus menjadi pola hidup pribadi, juga pola kehidupan kelompok, jadi seluruh umat baik yang berkumpul dalam kelompok-kelompok basis, maupun di sekolah atau perguruan tinggi. Penekanan pada seluruh umat ini justru merupakan salah satu unsur yang memberikan arah pada katekese sekarang. Penekanan peranan umat pada katekese ini sesuai dengan peranan umat pada pengertian Gereja itu sendiri.
4. Dalam katekese yang menjemaat ini, pemimpin katekese bertindak terutama sebagai pengarah dan pelancar (fasilitator). Ia adalah pelayan yang menciptakan suasana komunikatif. Ia berupaya membangkitkan gairah supaya para peserta berani berbicara secara terbuka. Katekse Umat menerima banyak jalur komunikasi dalam berkatekese. Tugas mengajar yang dipercayakan kepada hirarki menjamin agar seluruh kekayaan iman berkembang dengan lurus.
5. Katekese Umat merupakan komunikasi iman dari peserta sebagai sesama dalam iman yang sederajat, yang saling bersaksi tentang iman mereka. Peserta berdialog dalam suasana terbuka, ditandai sikap saling menghargai dan saling mendengarkan. Proses terencana ini berjalan terus menerus.
6. Tujuan komunikasi iman itu adalah :
 Supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari;
 dan kita bertobat(metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari kehadiran-Nya dalam kenyatan hidup sehari-hari;
 dengan demikian kita semakin sempurna beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih dan hidup kristiani kita makin dikukuhkan;
 sehingga kita sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam hidup kita di tengah masyarakat.
Berdasarkan rumusan PKKI II tersebut nampak beberapa aspek katekese umat yang harus diperhatikan, yaitu:
Subyek Katekese Umat
Subyek katekese umat tidak lain adalah umat atau peserta , sebagai persekutuan dalam kasih kristiani. Melalui prose katekese umat :
 berguru pada Yesus Kristus sebagai Jalan, Kebenaran, dan Kehidupan
 saling membantu(sharing) menggali makna hidup dalam terang Injil
 sehingga dapat menjadi saksi-saksi Kristus, yang mampu meresapkan nilai-nilai Injil di lingkungan mereka
Tujuan Katekese Umat
a. membawa umat sampai pada perjumpaan pribadi dengan Kristus, melalui perjumpaan hati dan budi dengan saudara-saudari seiman (mengandalkan pertobatan hati)
b. membentuk dan membina jemaah kristiani, mengembangkan sikap-sikap dan karisma-karisma pribadi untuk melayani sesama
Syarat-syarat Katekese Umat
Proses katekese umat dilaksanakan memenuhi beberapa syarat berikut ini :
 Berpusat pada peristiwa Yesus Kristus (kristosentris), seperti katekese pada umumnya yang bertolak dari ajaran Kristus dan bertujuan membawa umat pada kesempurnaan Kristus
 Tumbuh dari pengalaman-pengalaman iman pribadi, karena yang dikomunikasikan adalah pengalaman iman yang diangkat dari pengalaman hidup sehari-hari setiap anggota umat Allah.
 Mengakar dalam kehidupan Gereja, merupakan syarat yang harus ditanamkan kepada umat/peserta katekese umat. Berkatekese umat bukan merupakan segala-galanya bagi anggota Gereja, sehingga mengabaikan liturgi, pelayanan, persekutuan, dan bentuk-bentuk pewartaan lain. Justru katekese umat bermaksud umat semakin menghayati kehidupan menggereja.
 Berinkulturasi menjawab tantangan dan kebutuhan masyarakat masa kini adalah syarat penting untuk membuat katekese umat menjadi bentuk alternatif pewartaan dan pendidikan iman yang mampu berkembang dalam dan bersama perkembangan jaman yang kian pesat. Dengan demikian, katekese umat akan mampu selalu memberikan tanggapan yang memadai terhadap kebutuhan umat.
 Sikap saling menghargai dan mengasihi antar peserta (peserta sebagai ‘sesama’) penting tertanam dalam diri setiap peserta dan fasilitator katekese umat. Hanya dengan saling menghargai umat dapat menciptakan.
 Suasanan persaudaraan yang akrab dan damai, yang merupakan iklim kondusif bagi berlangsungnya komunikasi iman.
 Terjadi dalam kelompok-kelompok kecil. Bila kelompok terlalu besar, jumlah anggota kelompok terlalu banyak sapaan antar pribadi biasanya tidak mendalam. Relasi yang terbangun pun akhirnya hanya relasi dangkal, penuh basa-basi. Situasi semacam ini menyulitkan tumbuhnya interaksi iman, yang sebenarnya mengandung unsur penyerahan diri satu terhadap yang lain di antara peserta.
Syarat ini nampaknya sejalan dengan gerakan Komunitas Basis Gerejani (KBG) yang saat ini tengah digiatkan oleh Gereja Katolik. Pembentukan kelompok-kelompok kecil umat yang diharapkan mampu secara mandiri mendalami Sabda Allah, menggali pengalaman imannya, menjalani kehidupan sebagai umat Allah, seraya mewartakan iman Gereja, merupakan kekuatan luar biasa yang akan menjamin keberadaan Gereja di tengah arus dan tantangan jaman yang makin sulit. Terutama keberadaan Gereja bagi kaum marjinal.
 Pemimpin sebagai fasilitator atau pemudah proses komunikasi saja. Kesertaan peserta menuntut penerimaan sharing pengalaman iman dari pihak mana pun di antara peserta. Sikap menggurui dna menyalahkan tidak tepat diberlakukan dalam proses katekese umat. (Dalam pengalaman melaksanakan proses katekese umat, seringkali ditemukan pula tanggapan yang kurang atau tidak sesuai dengan topik yang dibicarakan. Bila situasi ini terjadi, seorang fasilitator katekese umat harus secara cermat dan bijak menanganinya, agar proses tidak menyimpang dari tujuan)
 Berkomunikasi dengan seluruh tradisi hidup kristiani sepanjang sejarah (iman Gereja Perdana – sekarang), merupakan rantai penghubung bagian-bagian sejarah penyelamat Allah. Katekese umat yang sekarang dilaksanakan oleh umat merupakan kelanjutan dan upaya pewartaan para rasul jaman Gereja Perdana dan merupakan titik tolak upaya pewartaan Gereja dimasa depan.
 Berempati terhadap gejolak-gejolak sosial dan perubahan umum dalam masyarakat menunjukan bahwa Gereja selalu berusaha mengambil bagian dalam kehidupan masyarakat sekitarnya. Iman yang dikomunikasikan dalam proses katekese umat pun akan menjadi iman yang mati bila tidak terwujud di dalam kehidupan konkret umat, yang tak lepas dari gejolak dan perubahan dalam masyarakat.
 Untuk mampu berempati terhadap dinamika kehidupan masyarakat, proses katekese umat perlu didukung oleh analisis sosial untuk menghidupkan kesadaran situasi kondisi di bidang budaya, religius, sosial, ekonomi, politik.

Baca Selengkapnya......

Prinsip Katekese

Dalam berkatekese hendaknya memperhatikan beberapa hal-hal penting yang sangat menentukan sebuah proses katekese.
1. Usaha katekese merupakan tanggung jawab seluruh umat sebagai Gereja
2. Usaha katekese mementingkan “proses” (bukan hasil yang langsung/”instan”). Dengan kata lain : yang lebih utama adalah bukan “target”/”hasil” yang sudah dicapai, melainkan “proses” menuju/memperoleh hasil.

3. Peserta katekese sebagai “subyek”/pelaku yang berperan dalam proses
4. Katekese membantu orang menghayati imannya dalam situasi aktual (orang mampu mewujudkan imannya secara konkrit dalam hidup/ada integritas antara iman dan hidup bersama orang lain).
5. Katekese berupaya mendorong umat untuk membangun relasi yang harmonis dengan Tuhan, sesama maupun lingkungannya. Dalam hal ini, proses katekese yang bertujuan mematangkan dan mendewasakan iman harus dilaksanakan secara sadar dan terencana dengan penuh tanggung jawab (tidak “improvisasi”)
6. Katekese harus memperhitungkan situasi peserta (latar belakang, psokologi, minat, kebutuhannya). Katekese harus menjadi lebih kontekstual.
7. Proses katekese adalah proses pendidikan iman yang membebaskan. Dalam proses katekese setiap pribadi dihargai martabatnya sederajat, dimana setiap orang bebas mengungkapkan pengalaman imannya tanpa rasa takut. Dalam hal ini setiap pengalaman iman dari masing-masing pribadi harus dilihat sebagai pengalaman yang dapat memperkaya sesamanya dalam proses berkatekese.
8. Katekese diharapkan membangun iman yang “terlibat’ (mendorong “aksi”)
9. Pendamping katekese sebagai “fasilitator” yang memudahkan terjadinya komunikasi iman. Untuk itu, tidak tepatlah kalau pendamping bertindak sebagai orang yang ‘maha tahu’ apalagi sebagai penceramah yang mendominasi proses pertemuan.
10. Proses katekese harus mampu “menjemput/menyentuh” pengalaman hidup ataupun pengalaman iman peserta, sebagai medan pertemuan manusia dengan Allah.
11. Sarana maupun megode katekese yang diupayakan, semuanya bertujuan untuk memudahkan terjadinya komunikasi iman. pemikiran bahwa dalam pertemuan katekese “yang penting asal diisi dengan banyak kegiatan bagi umat” bertentangan dengan prinsip suatu proses katekese yang bertanggung jawab.
12. Katekese hanya salah satu dari upaya-upaya pastoral secara menyeluruh. Proses perkembangan iman harus dilengkapi dengan upaya-upaya pastoral yang lain.

Baca Selengkapnya......

Bentuk Katekese

Ditinjau dari segi penyajiannya, katekese dapat dibedakan dalam 3 bentuk :
1. Bentuk Praktis
Bentuk ini mengarahkan peserta katekese untuk bergiat dan rajin dalam mempraktekkan kehidupan agamanya: rajin beribadah, rajin berdoa dan berdevosi, bergairah menghadiri perayaan Ekaristi dan perayaan lain, mengenal baik masa-masa liturgis segala sarana dan peralatannya. Sumber utamanya adalah liturgi Gereja.

2. Bentuk Historis
Bentuk ini memperdalam pengenalan umat akan sejarah penyelamatan dari pihak Allah, yang diawali dengan janji-janji mesianis dalam Perjanjian Lama dan memuncak dalam pribadi Kristus dalam Perjanjian Baru. Sumber utamanya adalah Kitab Suci.
3. Bentuk Sistematis
Bentuk ini menyajikan kepada umat ajaran teologis dan dogmatis yang tersusun secara sistematis, singkat, dan padat. Sumbernya adalah buku Katekismus.

Pada prakteknya bentuk-bentuk tersebut berbaur. Tidak murni hanya satu bentuk yang dilaksanakan. Sebab nampaknya untur-unsur yang ditekankan oleh masing-masing bentuk saling berkaitan. Ajaran biblis, historis, teologis, dogmatis dimaksudkan untuk membantu umat semakin menyadari penyelamatan Allah melalui Gereja-Nya. Dengan kesadaran itu umat diharapkan akan terdorong untuk semakin giat dalam praktek-praktek keagamaan.

Baca Selengkapnya......

Subyek & Obyek Katekese

Subyek Katekese
Katekese adalah karya Gereja yang mendasar. Gereja dipanggil untuk melanjutkan tugas Yesus, Sang Guru, dan diutus menjadi pengajar iman, dengan dijiwai oleh Roh Kudus. Oleh karena itu subyek katekese adalah Gereja.

Iman yang diajarkan oleh Gereja dalam iman yang dihidupi oleh Gereja itu sendiri, yaitu :
• Pemahaman tentang Allah dan rencana penyelamatan-Nya
• Pandangan tentang manusia adalah ciptaan yang paling mulia
• Warta Kerajaan Allah
• Harapan dan Kasih

Obyek Katekese
Tujuan definitif katekese adalah bukan hanya membuat orang saling berkontak, melainkan juga dalam kesatuan dan kemesraan, dengan Yesus Kristus. Segala kegiatan mewartakan Kabar Gembira dimengerti sebagai usaha mempererat kesatuan dengan Yesus Kristus. Mulai dengan pertobatan ‘awal’ seseorang kepada Tuhan yang digerakan oleh Roh Kudus melalui pewartaan Injil yang pertama, katekese berusaha mengukuhkan dan mematangkan kesetiaan pertama ini.

Baca Selengkapnya......

Dasar Katekese

Dasar katekese adalah “penugasan Kristus kepada para rasul dan pengganti-pengganti mereka”. Dalam Mat 28 : 19-20, Yesus mengutus para rasul untuk “pergi”, “menjadikan semua bangsa murid-Ku”, “baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus”, dan “ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu”.
Dalam tafsir Injil Matius dijelaskan bahwa tugas para rasul mencakup pewartaan awal kepada orang yang belum mengenal Tuhan, pengajaran kepada para katekumen, dan pengajaran kepada orang yang telah menjadi anggota Gereja agar iman mereka lebih mendalam

Baca Selengkapnya......

Katekese Dalam Dokumen Gereja

Beberapa dokumen Gereja dengan tegas menjelaskan tentang katekese, baik dalam hal tujuan, isi, pelaksanaan serta hakikat dari katekese dalam Gereja

1. Direktorium Kateketik Umum (1971)
(17) Katekese merupakan salah satu bentuk pelayanan sabda, yang bertujuan membuat iman umat hidup, dasar, dan aktif lewat cara pengajaran.
(21) Dalam ruang lingkup kegiatan pastoral, istilah katekese diartikan sebagai karya gerejani, yang menghantarkan kelompok maupun perorangan kepada iman yang dewasa.
(31) Katekese terpadu dengan karya-karya pastoral Gereja yang lain, tetapi sifat khasnya, yakni sebagai inisiasi, pendidikan, dan pembinaan, tetap dipertahankan.
(37) Isi katekese adalah wahyu Allah, misteri Allah dan karya-karya-Nya yang menyelamatkan, yang terjadi dalam sejarah umat manusia

2. Evangelii Nuntiandi
(14) Evangelisasi adalah rahmat dan panggilan khas Gereja, merupakan jati dirinya yang paling dasar. Gereja ada untuk mewartakan injil.
(18) Bagi Gereja penginjilan berarti membawa Kabar Baik kepada segala tingkat kemanusiaan, dan melalui pengaruh Injil mengubah umat manusia dari dalam dan membuatnya menjadi manusia baru.
(21) Injil harus diwartakan melalui kesaksian hidup
(22) Kabar Baik yang diwartakan dengan kesaksian hidup cepat atau lambat haruslah diwartakan dengan Sabda Kehidupan. Dan segi yang penting dari pewartaan Sabda Kehidupan adalah kotbah dan katekese.

3. Catechesi Tradendae
(1) Penyelenggaraan katekese oleh Gereja selalu dipandang sebagai salah satu tugas yang amat penting, yang disadari oleh tugas perutusan dari Yesus sendiri kepada para murid-Nya
(5) Katekese yang otentik seluruhnya berpusat pada Kristus
(18) Katekese ialah pembinaan anak-anak, kaum muda dan orang-orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampain ajaran Kristen, yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud menghantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen.

Baca Selengkapnya......

Katekese Dalam Kitab Suci

Dalam kitab suci juga terdapat kata katekese, terutama pada:
• Luk 1 : 4 : “. . . ,bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar.”
• Kis 18:25 : “Ia telah menerima pengajaran dalam Jalan Tuhan.”
• Kis 21:21 : “. . . ,bahwa engkau mengajar semua orang Yahudi yang tinggal di antara bangsa-bangsa lain . . . “
• Rm 2:18 : “. . . ,dan oleh karena diajar dalam hukum Taurat . . . “
• 1 Kor 14:19 : “. . . ,yang dimengerti untuk mengajar orang lain juga . . . ”
• Gal 6 : 6 : “. . . ,yang menerima pengajaran dalam Firman, dan membagi . . . dengan orang yang memberikan pengajaran itu.”


Dalam konteks ini katekese dimengerti sebagai pengajaran, pendalaman, dan pendidikan iman agar seorang kristen semakin dewasa dalam iman, jadi katekese biasanya diperuntukan bagi orang-orang yang sudah dibaptis di tengah umat yang sudah kristen. Namun pada prakteknya, terutama pada masa Gereja Purba, katekese dimengerti sebagai pengajaran bagi para calon baptis ini merupakan arti sempit dari katekese. Sedangkan Gereja masa kini menempatkan katekese untuk pengertian yang lebih luas.

Baca Selengkapnya......

Minggu, September 19, 2010

Pengertian Katekese

Kata katekese berasal dari kata catechein (kt. Kerja) dan catechesis (kt. Benda). Akar katanya adalah kat dan echo. Kat artinya keluar, ke arah luas dan echo artinya gema/gaung. Berarti makna profan dari katekese adalah suatu gema yang diperdengarkan/disampaikan ke arah luas/keluar. Gema dapat terjadi jika ada suara yang penuh dengan keyakinan dan gema tidak pernah berhenti pada satu arah, maka katekese juga harus dilakukan dengan penuh keyakinan dan tidak pernah berhenti pada satu arah.

Baca Selengkapnya......

Minggu, September 05, 2010

IRONIS.....

Berikut beberapa 'ke-lucu-an yang sering terjadi, padahal umur kita itu relatif sangat pendek
dan akhirnya kita akan menghadap 'DIA', maka kita sebaiknya siap setiap saat, karena kita 'dipanggil' itu tanpa pemberitahuan sebelumnya dan tiba-tiba.

Lucu ya, uang Rp. 20,000 an kelihatan begitu besar bila kita bawa ke gereja untuk persembahan,
tapi begitu kecil bila kita bawa ke supermarket,


Lucu ya, 45 menit terasa terlalu lama untuk berdoa pribadi, tapi betapa pendeknya waktu itu untuk pertandingan sepakbola,

Lucu ya, betapa lamanya 2 jam berada di gereja, tapi betapa cepatnya 2 jam berlalu saat menikmati
pemutaran film dibioskop ataupun di televisi,

Lucu ya, susah merangkai kata untuk dipanjatkan saat berdoa, tapi betapa mudahnya cari bahan obrolan bila ketemu teman ataupun bercanda,

Lucu ya, betapa seru perpanjangan waktu dipertandigan bola favorit kita, tapi betapa bosannya bila pastor kelamaan berkhotbah,

Lucu ya, susah banget baca Alkitab 5 fatsal saja, tapi novel best-seller 100 halaman pun habis dilalap,

Lucu ya, orang-orang pada berebut paling depan untuk nonton bola atau konser, dan berebut cari bangku paling belakang bila duduk di gereja agar bisa cepat keluar,

Lucu ya, susahnya orang diajak partisipasi untuk mengabarkan injil, tapi mudahnya orang berpartisipasi menyebar gossip,

Lucu ya, semua orang kepingin masuk surga tanpa harus beriman,berpikir, berbicara ataupun melakukan apa-apa,

Ironis memang !

Baca Selengkapnya......